gwijaya
Wednesday, January 30, 2013
RENUNGKAN WAHAI PARA ISTRI
Ketahuilah bahwa seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga,
bagi isteri, juga bagi anak-anaknya, karena Allah telah menjadikannya
sebagai pemimpin. Allah memberi keutamaan bagi laki-laki yang lebih
besar daripada wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah
kepada isterinya. Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Laki-laki
(suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan
hartanya.” [An-Nisaa' : 34]
Oleh karena itu, suami mempunyai
hak atas isterinya yang harus senantiasa dipelihara, ditaati dan
ditunaikan oleh isteri dengan baik yang dengan itu ia akan masuk Surga.
Masing-masing dari suami maupun isteri memiliki hak dan kewajiban, namun suami mempunyai kelebihan atas isterinya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya : Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai
kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Baqarah
: 228]
[1]. Ketaatan Isteri Kepada Suaminya
Setelah wali
atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban
taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah
kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa
sallam.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada
seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada
suaminya.” [1]
Sujud merupakan bentuk ketundukan sehingga
hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak
terbesar atas ketaatan isteri kepadanya. Sedangkan kata: “Seandainya aku
boleh...,” menunjukkan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh
(dilarang) dan hukumnya haram.
Sang isteri harus taat kepada
suaminya dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam agama).
Misalnya ketika diajak untuk jima’ (bersetubuh), diperintahkan untuk
shalat, berpuasa, shadaqah, mengenakan busana muslimah (jilbab yang
syar’i), menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru
akan mendatangkan Surga bagi dirinya, seperti sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Apabila seorang
isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya,
niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.”
[2]
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga,
“Artinya : Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang
penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada
suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan
tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur
nyenyak hingga engkau ridha.’” [3]
Dikisahkan pada zaman
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang wanita yang
datang dan mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara
perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena ada suatu keperluan. Setelah ia
menyelesaikan keperluannya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya
kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau
bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku
tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu
mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Artinya : Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” [4]
Hadits ini menggambarkan perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam untuk memperhatikan hak suami yang harus dipenuhi isterinya
karena suami adalah Surga dan Neraka bagi isteri. Apabila isteri taat
kepada suami, maka ia akan masuk Surga, tetapi jika ia mengabaikan hak
suami, tidak taat kepada suami, maka dapat menyebabkan isteri terjatuh
ke dalam jurang Neraka. Nasalullaahas salaamah wal ‘aafiyah.
Bahkan, dalam masalah berhubungan suami isteri pun, jika sang isteri
menolak ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat oleh Malaikat,
sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur
(untuk jima’/bersetubuh) dan si isteri menolaknya [sehingga (membuat)
suaminya murka], maka si isteri akan dilaknat oleh Malaikat hingga
(waktu) Shubuh.” [5]
Dalam riwayat lain (Muslim) disebutkan:
“sehingga ia kembali”. Dan dalam riwayat lain (Ahmad dan Muslim)
disebutkan: “sehingga suaminya ridha kepadanya”.
Yang dimaksud “hingga kembali” yaitu hingga ia bertaubat dari perbuatan itu. [6]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita
tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya.
Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas
punggung unta, maka ia (isteri) tetap tidak boleh menolak.” [7]
Dalam ajaran Islam, seorang isteri dilarang berpuasa sunnat kecuali
dengan izin suaminya, apabila suami berada di rumahnya (tidak safar).
Berdasarkan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“Artinya ; Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnat) sedangkan suaminya
ada (tidak safar) kecuali dengan izinnya. Tidak boleh ia mengizinkan
seseorang memasuki rumahnya kecuali dengan izinnya dan apabila ia
menginfakkan harta dari usaha suaminya tanpa perintahnya, maka separuh
ganjarannya adalah untuk suaminya.” [8]
Dalam hadits ini ada tiga faedah:
[1]. Dilarang puasa sunnat kecuali dengan izin suami.
[2]. Tidak boleh mengizinkan orang lain masuk kecuali dengan izin suami.
[3]. Apabila seorang isteri infaq/shadaqah hendaknya dengan izin suami.
Dalam hadits ini seorang isteri dilarang puasa sunnat tanpa izin dari
suami. Larangan ini adalah larangan haram, sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam an-Nawawi rahimahullaah.
Imam an-Nawawi berkata, “Hal
ini karena suami mempunyai hak untuk “bersenang-senang” dengan
isterinya setiap hari. Hak suami ini sekaligus merupakan kewajiban
seorang isteri untuk melayani suaminya setiap saat. Kewajiban tersebut
tidak boleh diabaikan dengan alasan melaksanakan amalan sunnah atau
amalan wajib yang dapat ditunda pelaksanaannya.” [9]
Jika
isteri berkewajiban mematuhi suaminya dalam melampiaskan syahwatnya,
maka lebih wajib lagi baginya untuk mentaati suaminya dalam urusan yang
lebih penting dari itu, yaitu yang berkaitan dengan pendidikan anak dan
kebaikan keluarganya, serta hak-hak dan kewajiban lainnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan, “Dalam hadits ini
terdapat petunjuk bahwa hak suami lebih utama dari amalan sunnah, karena
hak suami merupakan kewajiban bagi isteri. Melaksanakan kewajiban harus
didahulukan daripada melaksanakan amalan sunnah.” [10]
Agama
Islam hanya membatasi ketaatan dalam hal-hal ma’ruf yang sesuai dengan
Al-Qur-an dan As-Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh generasi terbaik,
yaitu Salafush Shalih. Sedangkan perintah-perintah suami yang
bertentangan dengan hal tersebut, tidak ada kewajiban bagi sang isteri
untuk memenuhinya, bahkan dia berkewajiban untuk memberikan nasihat
kepada suaminya dengan lemah lembut dan kasih sayang.
[2]. Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
Bersyukur adalah ciri dari hamba-hamba Allah yang mulia. Dan
orang-orang yang bersyukur sangat sedikit, sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman:
“Artinya : ... Sedikit dari hamba-Ku yang bersyukur.” [Saba’ :13]
Setiap mukmin dan mukminah diperintahkan untuk bersyukur karena dengan
bersyukur, Allah akan menambahkan rizki yang telah Dia berikan
kepadanya. Allah berfirman:
“Artinya ; Dan (ingatlah) ketika
Rabb-mu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan
menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka pasti adzab-Ku sangat berat.’” [Ibrahim : 7]
Seorang
isteri diperintahkan untuk bersyukur kepada suaminya yang telah
memberikan nafkah lahir dan batin kepadanya. Karena dengan syukurnya
isteri kepada suaminya dan tidak banyak menuntut, maka rumah tangga akan
bahagia. Isteri yang tidak bersyukur kepada suaminya dan banyak
menuntut merupakan pertanda isteri tidak baik dan tidak merasa cukup
dengan rizki yang Allah karuniakan kepadanya.
Perintah syukur
ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam mengancam dengan masuk Neraka bagi para wanita yang tidak
bersyukur kepada suaminya, dan pada hari Kiamat Allah Ta’ala pun tidak
akan melihat seorang wanita yang banyak menuntut kepada suaminya dan
tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Diperlihatkan Neraka kepadaku dan aku melihat kebanyakan
penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur.” Para Shahabat bertanya:
“Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?” Rasul menjawab:
“(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan.
Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya
selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri
suaminya, maka dia mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada
dirimu sekalipun.’” [1]
Padahal suaminya sudah banyak berbuat
baik kepada isterinya selama setahun penuh. Karena sekali (saja) suami
tidak berbuat baik kepada si isteri, maka dilupakan seluruh kebaikannya
selama satu tahun. Itulah yang disebut kufur.
Sebagai contoh,
misalnya seorang suami secara rutin telah memberikan nafkah berupa harta
kepada isterinya. Namun, suatu waktu Allah ‘Azza wa Jalla mentakdirkan
dirinya bangkrut sehingga tidak dapat memberikan nafkah dalam jumlah
yang seperti biasanya kepada isterinya, kemudian si isteri mengatakan,
“Memang, engkau tidak pernah memberikan nafkah.” Atau contoh yang
lainnya, yaitu isteri yang terlalu banyak menuntut, meski sang suami
sudah berusaha dengan sekuat tenaga dari pagi hingga sore untuk mencari
nafkah.
Ancaman Allah ‘Azza wa Jalla kepada orang-orang yang
semacam ini sangatlah keras, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Allah tidak akan melihat kepada
seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu
menuntut (tidak pernah merasa cukup).” [2]
Dalam hadits lain, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Sesungguhnya orang yang selalu melakukan kefasikan adalah
penghuni Neraka.” Dikatakan, “Wahai Rasulullah, siapakah yang selalu
berbuat fasik itu?” Beliau menjawab, “Para wanita.” Seorang Shahabat
bertanya, “Bukankah mereka itu ibu-ibu kita, saudari-saudari kita, dan
isteri-isteri kita?” Beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi apabila mereka
diberi sesuatu, mereka tidak bersyukur. Apabila mereka ditimpa ujian
(musibah), mereka tidak bersabar.” [3]
[4]. Isteri Harus
Berhias Dan Mempercantik Diri Untuk Suami, Selalu Tersenyum Dan Tidak
Bermuka Masam Di Hadapan Suaminya, Juga Jangan Sampai Ia Memperlihatkan
Keadaan Yang Tidak Disukai Oleh Suaminya.
Seorang isteri tidak
boleh meremehkan kebersihan dirinya, sebab kebersihan merupakan bagian
dari iman. Dia harus selalu mengikuti sunnah, seperti membersihkan
dirinya, mandi, memakai minyak wangi dan merawat dirinya agar ia selalu
berpenampilan bersih dan harum di hadapan suaminya, hal ini menyebabkan
terus berseminya cinta kasih di antara keduanya dan kehidupan ini akan
terasa nikmat.
Berhias untuk suami adalah dianjurkan selagi
dalam batas-batas yang tidak dilarang oleh syari’at, seperti mencukur
alis, menyambung rambut, mentato tubuhnya dan lainnya.
Seorang
isteri ideal selalu nampak ceria, lemah lembut dan menyenangkan suami.
Jika suami pulang ke rumah setelah seharian bekerja, maka ia mendapatkan
sesuatu yang dapat menenangkan dan menghibur hatinya. Jika suami
mendapati isteri yang bersolek dan ceria menyambut kedatangannya, maka
ia telah mendapatkan ketenangan yang hakiki dari isterinya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-Ruum : 21]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Sebaik-baik isteri adalah yang menyenangkan jika engkau
melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan
hartamu di saat engkau pergi.” [1]
[5]. Seorang Isteri Tidak Boleh Mengungkit-ungkit Apa Yang Pernah Ia Berikan Dari Hartanya Kepada Suaminya Maupun Keluarganya.
Karena menyebut-nyebut pemberian dapat membatalkan pahala. Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya ; Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).”
[Al-Baqarah : 264]
[6]. Seorang Isteri Tidak Boleh Menyakiti Suami, Baik Dengan Ucapan Maupun Perbuatan.
Seorang isteri tidak boleh memanggil suami dengan kejelekan atau
mencaci-makinya karena yang demikian itu dapat menyakiti hati suami.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia,
melainkan isterinya dari para bidadari Surga akan berkata, ‘Janganlah
engkau menyakitinya. Celakalah dirimu! Karena ia hanya sejenak berkumpul
denganmu yang kemudian meninggalkan-mu untuk kembali kepada kami.” [2]
[7]. Isteri Harus Dapat Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Dan Kerabat Suami.
Karena seorang isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suaminya jika
ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan. Setiap
isteri harus memperhatikan kedua orang tua suami dan berbuat baik kepada
mereka.
[8]. Isteri Harus Pandai Menjaga Rahasia Suami Dan Rahasia Rumah Tangga. Jangan Sekali-kali Ia Menyebarluaskannya.
Isteri yang shalihah tidak boleh mengabarkan/ menceritakan suaminya kepada orang lain, tidak membocorkan rahasianya
[3]. Isteri Diperintahkan Untuk Tinggal Di Rumah Dan Mengurus Rumah Tangga Dengan Baik
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan
perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat
kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut
syari’at Islam yang mulia. Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada
dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus
anak-anaknya. Menurut ajaran Islam yang mulia, isteri tidak dituntut
atau tidak berkewajiban ikut keluar rumah mencari nafkah, akan tetapi ia
justru diperintahkan tinggal di rumah guna menunaikan
kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan kepadanya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan
laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Al-Ahzaab : 33]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita adalah aurat. Apabila ia keluar, syaitan akan menghiasinya dari pandangan laki-laki.” [1]
Isu emansipasi yang digembar-gemborkan telah menjadikan sebagian besar
kaum wanita terpengaruh untuk keluar rumah dan melalaikan kewajiban yang
paling utama sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga. Bahkan,
mereka berani berdalih dengan tidak cukupnya penghasilan yang diperoleh
suaminya, meskipun dia telah memiliki rumah atau kendaraan atau harta
lainnya yang banyak. Hal ini menjadi sebab timbulnya malapetaka di dalam
rumah tangga.
Tidak jarang justru keluarganya menjadi
berantakan karena anaknya terlibat kasus narkoba, atau kenakalan, atau
hubungan suami isteri menjadi tidak harmonis karena isteri lebih sibuk
dengan urusan kantornya, bisnis, dagang, dan sebab-sebab lain yang
sangat banyak disebabkan lalainya sang isteri.
Dalam Islam,
yang wajib memberikan nafkah adalah suami. Dan suami diperintahkan untuk
keluar rumah mencari nafkah. Wanita tidak diperbolehkan keluar rumah
kecuali dengan izin suami.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullaah berkata, “Tidak boleh baginya untuk keluar dari rumahnya
kecuali mendapat izin dari suami. Seandainya ia keluar tanpa izin dari
suaminya, maka ia telah berlaku durhaka dan bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Dan wanita tersebut berhak mendapatkan hukuman.” [2]
Allah Ta’ala memberikan rizki kepada seluruh makhluk-Nya. Isteri dan
anak dikaruniai rizki oleh Allah dengan perantaraan suami dan orang tua.
Karena itu, seorang isteri harus bersyukur dengan nafkah yang diberikan
suami. Sekecil apa pun wajib disyukuri dan harus merasa cukup (qana’ah)
dengan apa yang telah diberikan.
Sedangkan bagi orang yang
tidak bersyukur, maka Allah ‘Azza wa Jalla justru akan membuat dirinya
seakan-akan serba kekurangan dan tidak pernah merasa puas dengan apa
yang dia dapatkan.
Allah ‘Azza wa Jalla akan mencukupkan rizki
seseorang, manakala ia bersyukur dengan apa yang ia peroleh dan ia
usahakan. Dia akan merasa puas (qana’ah) dengan apa yang dikaruniakan
kepadanya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan
jaga dirinya dan barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan
memberikan kecukupan kepada dirinya.” [3]
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam memuji orang-orang yang qana’ah (merasa
puas) dengan apa yang Allah Ta’ala karuniakan, beliau bersabda:
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan Allah
memberikan kepuasan terhadap apa yang telah dikaruniakannya.” [4]
Bahaya Dan Dampak Negatif Akibat Wanita Bekerja Di Luar Rumah:
1). Bahaya bagi wanita itu, yaitu akan hilangnya sifat dan
karakteristik kewanitaannya, menjadi asing dengan tugas rumah tangga dan
kurangnya perhatian terhadap anaknya.
2). Bahaya bagi diri
suami, yaitu suami akan kehilangan curahan kelembutan, keramahan, dan
kegembiraan. Justru yang didapat adalah keributan dan keluhan-keluhan
seputar kerja, persaingan karir antar teman, baik laki-laki maupun
wanita. Bahkan, tidak jarang suami kehilangan kepemimpinannya lantaran
gaji isteri lebih besar. Wallaahul Musta’aan.
3). Bahaya
(dampak) bagi anak, yaitu hilangnya kelembutan, kasih sayang dan
kedekatan dari seorang ibu. Semua itu tidak dapat digantikan oleh
seorang pembantu atau pun seorang guru. Justru yang didapati anak adalah
seorang ibu yang pulang dalam keadaan letih dan tidak sempat lagi
memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
4). Bahaya (dampak
negatif) bagi kaum laki-laki secara umum, yaitu apabila semua wanita
keluar dari rumahnya untuk bekerja, maka secara otomatis mereka telah
menghilangkan kesempatan bekerja bagi laki-laki yang telah siap untuk
bekerja.
5). Bahaya (dampak negatif) bagi pekerjaan tersebut,
yaitu bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa wanita lebih banyak
memiliki halangan dan sering absen karena banyaknya sisi-sisi alami
(fitrah)nya yang berpengaruh terhadap efisiensi kerja, seperti haidh,
melahirkan, nifas, dan lainnya.
6). Bahaya (dampak negatif)
bagi perkembangan moral, yaitu hilangnya kemuliaan akhlak, kebaikan
moral serta hilangnya rasa malu dari seorang wanita. Juga hilangnya
kemuliaan akhlak dan semangat kerja dari kaum suami. Anak-anak pun
menjadi jauh dari pendidikan yang benar semenjak kecil.
7).
Bahaya (dampak negatif) bagi masyarakat, yaitu bahwa fenomena ini telah
mengeluarkan manusia dari fitrahnya dan telah menempatkan sesuatu bukan
pada tempatnya. Sehingga mengakibatkan rusaknya tatanan hidup dan
timbulnya kekacauan serta keributan. [5]
dan tidak membuka apa
yang disembunyikan dan tidak membuka aib suaminya. Dan di antara rahasia
yang paling dalam adalah perkara ranjang suami-isteri. Sungguh,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal itu.
[9]. Isteri Harus Bersungguh-Sungguh Dalam Menjaga Keberlangsungan Rumah Tangga Bersama Suami-nya.
Janganlah ia meminta cerai tanpa ada alasan yang disyari’atkan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya ; Siapa pun isteri yang meminta cerai dari suaminya tanpa
alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.” [3]
Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“Para isteri yang meminta cerai adalah orang-orang munafik.” [4]
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
Title : HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Description : RENUNGKAN WAHAI PARA ISTRI Ketahuilah bahwa seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga, bagi isteri, juga bagi anak-anaknya,...
Rating : 5